Terakhir diperbarui: 19 Sep 2025
Syarat Poligami Menurut Syariat
Dalam syariat, poligami bukan perintah umum, melainkan opsi sempit yang dibolehkan dengan dua pagar: maksimal empat istri dan wajib adil. Batas empat diambil dari perintah Nabi ﷺ kepada Ghailān bin Salamah ketika ia masuk Islam dalam keadaan memiliki istri banyak—Rasulullah memintanya memilih empat dan melepaskan sisanya dengan baik. “Adil” yang dimaksud adalah adil lahir (nafkah, tempat tinggal, pembagian giliran, perlindungan, tutur/perlakuan), bukan menyamakan rasa cinta di hati. Al-Qur’an memberi kompas: jika khawatir tidak adil, maka satu (QS 4:3). QS 4:129 mengakui ketidakmungkinan menseragamkan afeksi, lalu melarang condong total agar tidak ada istri yang “tergantung”. Hadis juga memberi ancaman keras bagi suami yang condong zalim—datang pada Hari Kiamat dengan “sisi tubuh miring”. Intinya: jika kemampuan adil diragukan, pintu poligami jangan dibuka.
Syarat Poligami Menurut Hukum Negara (UU Perkawinan)
Hukum Indonesia (UU No. 1 Tahun 1974) menganut asas monogami tidak mutlak. Suami hanya dapat beristri lebih dari satu dengan izin Pengadilan Agama. Izin diberikan jika memenuhi alasan sah dan syarat kumulatif tertentu, serta mengikuti tata cara yang diatur peraturan pelaksana.
- Alasan sah (salah satu): istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri; atau istri mengalami cacat/penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau istri tidak dapat melahirkan keturunan.
- Syarat kumulatif (wajib semuanya): persetujuan istri/istri-istri; kemampuan menjamin kebutuhan hidup istri-istri & anak-anak; dan kemampuan berlaku adil.
- Prosedur: permohonan tertulis ke Pengadilan Agama; pengadilan memeriksa alasan sah & syarat kumulatif; ketentuan rinci di PP No. 9/1975 (Pasal 40–44). Kompilasi Hukum Islam (KHI) menegaskan kembali izin pengadilan, batas maksimal empat, dan syarat adil/nafkah.
Catatan ringkas regulasi: UU 1/1974 Pasal 3–5; PP 9/1975 Pasal 40–44; KHI (Inpres 1/1991) tentang pernikahan & poligami.
Tips Poligami Menurut “Praktisi Poligami” (Manajerial & Disiplin)
Bagian ini bukan dalil fikih; ini panduan manajemen agar keadilan lahir benar-benar operasional.
- Rekening & arus kas: Rekening jangan dipegang istri untuk seluruh pemasukan; suami harus memegang kendali tanggung jawab lintas rumah. Jika selama ini semua pemasukan dikelola istri, diskusikan matang sebelum memutuskan poligami. Bila ada beberapa sumber penghasilan, buka rekening terpisah per sumber agar arus kas terlacak. Siapkan juga akun bersama per rumah untuk belanja bulanan—transparan bagi istri terkait.
- Matematika keadilan (tertulis!): Sebelum akad, tetapkan angka: nafkah pribadi istri, uang belanja bulanan per rumah, dukungan orang tua, pendidikan & jajan anak, serta dana kesehatan/darurat. Jatah yang selama ini diterima istri & anak tidak boleh dikurangi hanya karena poligami, kecuali istri sukarela menyetujui penyesuaian.
- Tempat tinggal setara: Siapkan unit hunian yang setara dari sisi kelayakan, keamanan, dan akses. Tidak harus identik, tetapi adil. Hindari satu rumah “premium” dan lainnya “sekadarnya” tanpa alasan yang sah dan disepakati.
- Jadwal giliran disiplin: Susun jadwal tertulis; jika meleset karena uzur, kompensasi segera. Untuk hak yang bertabrakan (misal safar), gunakan qur’ah (undian) sebagai mekanisme adil.
- Transparansi real-time: Buat dashboard sederhana (spreadsheet) per rumah: jadwal, anggaran, realisasi, catatan kompensasi. Akseskan ke istri terkait untuk mengurangi prasangka.
- Komunikasi & kontrak etik: Sepakati gaya komunikasi, batas interaksi, dan protokol menyelesaikan konflik (mis. cooldown 24 jam + mediasi). Adakan evaluasi bulanan—cek jadwal, belanja, kesehatan mental semua pihak.
- “Wajib spesial” (lebih dari rata-rata):
- Lebih sabar dalam mengelola dua kultur & dua set emosi.
- Lebih kuat finansial (surplus setelah membiayai semua rumah tanpa menurunkan standar lama).
- Lebih tangguh fisik—stamina sering jadi sumber masalah jika lemah.
- Lebih mengayomi—hadir sebagai peneduh, bukan sumber drama.
- Terbiasa multi-tasking—waktu, anak, orang tua, kerja—tanpa ada yang terabaikan.
- Proteksi hukum & administrasi: Pastikan izin Pengadilan Agama terbit sebelum akad berikutnya. Semua perkawinan dicatat secara resmi untuk melindungi hak istri & anak (waris, akta lahir, nafkah). Integrasikan kesepakatan nafkah & jadwal dalam dokumen tertulis agar mudah dibuktikan jika sengketa.
Disclaimer: Bagian hukum merujuk regulasi Indonesia secara ringkas dan bukan nasihat hukum individual. Untuk kasus spesifik, konsultasikan ke Pengadilan Agama/penasihat hukum.